Monday 11 January 2021

[Review] Sweet Home (2020)

(hellokpop.com)

Cha Hyun-Su (Song Kang) baru pindah ke apartmen tua yang bobrok. Sebenarnya dia sendiri juga tidak berniat tinggal lama di sana karena berencana bunuh diri di tanggal 25 Agustus. Siapa sangka, sebelum tanggal 25 Agustus justru wabah monsterisasi mendadak merebak sehingga Hyun-Su dan beberapa survivor lainnya terjebak di apartemen.

Sweet Home diangkat dari webtoon berjudul sama. Saya juga baca webtoonnya meskipun suka sengaja meninggalkannya tidak dibaca dalma waktu lama biar episodenya jadi banyak bisa dibaca sekaligus, hehe...

Untuk yang baca webtoonnya, tentu sudah familiar dengan beberapa karakter yang muncul di Sweet Home. Selain Hyun-Su, ada Lee Eun-Hyuk mahasiswa kedokteran yang berperan penting dalam mengambil keputusan bagi para survivor, Pyeon Sang-Wook si om preman yang berbadan besar (karakternya dibuat lebih suram dan dingin di versi film), Han Du-Sik kakek yang lumpuh tapi jago teknik dan membuatkan berbagai senjata serbaguna dari alat sederhana, Ji-Soo cewek musisi, pasangan suami istri yang suaminya abusive, dua anak kecil yang ayahnya tewas jatuh dari jendela, dan beberapa karakter lainnya.

Ada juga Seo Yi-Kyung (Lee Si-Young), cewek pemadam kebakaran sekaligus mantan tentara. Karakter ini tidak ada di webtoon namun dimunculkan dalam film untuk memberikan ruang bagi peran cewek jagoan yang jarang ada dalam film. Di film, Yi-Kyung memgang peran yang cukup penting karena ternyata tunangannya adalah peneliti proses monsterisasi sebelum wabah tersebut merebak. Artis Lee Si-Young sendiri merupakan mantan petinju amatir sehingga postur tubuhnya menunjang untuk peran mantan tentara yang atletis dan punya keterampilan fisik bagus, terutama saat adegan dia ditangkap monster laba laba dan meloloskan diri lewat saluran ventilasi. Demi perannya di Sweet Home, dia mati-matian olahraga dan diet biar bisa buffFun fact, unnie satu ini sepanjang film terlihat seperti masih umur 25-30 meskipun aslinya sudah 38 tahun!

(hype.my)

Sayangnya, kurang dijelaskan mengenai konsep monsterisasi ini dalam film. Di webtoon, lebih mudah dipahami bagaimana sebenarnya monsterisasi ini mengincar beban atau hasrat yang ada dalam diri korbannya. Mungkin karena webtoon lebih memudahkan untuk menggambarkan pemikiran korban saat proses monsterisasi. Contohnya adalah saat proses monsterisasi menyerang ahjumma Im Myung-Sook. Diceritakan bahwa ahjumma ini ada masalah mental sejak anaknya meninggal terlindas truk karena strollernya lepas dari pegangan. Kejadian yang mengguncang tersebut membuat dia sering mendorong stroller kosong ke mana-mana sambil bertingkah seolah anaknya masih hidup.

Proses monsterisasi Myung-Sook dimulai saat dua bocah tetangga diserang oleh monster steroid yang berotot. Bisa dibilang ia mengalami proses monsterisasi setengah lalu menyerang si monster steroid untuk menyelamatkan dua bocah itu lalu kembali ke wujud manusia normal. Saat akhirnya ia tak bisa menahan lagi proses monsterisasi, ia berubah menjadi monster berupa janin raksasa di kamar mandi Han Du-Sik menyimbolkan perasaan bersalah pada anaknya dan keinginannya untuk tidak melukai sehingga wujud monsternya tidak bisa menyerang.

Di webtoon Sweet Home, gambaran proses Im Myung-Sook dan isi pikirannya saat berubah lebih mudah dimengerti sementara di film terasa terlalu cepat. Tiba-tiba saja ahjumma ini lama tidak keluar dari kamar mandi dan begitu pintu dibuka ternyata dia sudah berubah. Mungkin akan agak membingungkan bagi penonton yang tidak baca webtoonnya.

Karena proses monsterisasi dan hasil monsternya adalah dari hasratnya saat jadi manusia, maka bisa ditebak apa keinginan mereka sebelum jadi monster. Monster steroid yang berotot mungkin sebelumnya adalah mas-mas gym yang terobsesi membesarkan otot, sementara monster pelari cepat yang ada di basement mungkin sebelumnya adalah atlet lari atau suka sekali jogging. Saya justru agak kecewa karena monster bertangan panjang di webtoon tidak diceritakan kenapa wujudnya begitu. Di webtoon ada buku harian yang menceritakan kalau dia adalah seorang bapak yang menyesal tangannya kurang panjang sehingga tidak bisa menggapai anaknya yang berada dalam bahaya. Karena itu wujud mosnternya menjadi bertangan panjang.

Seperti halnya Alice in Borderland, CGI yang digunakan dalam Sweet Home masih terasa kurang real di bagian monsternya. Namun, untuk ukuran film series, ini sudah termasuk sangat bagus dan niat sekali bikinnya. Untuk musim berikutnya, semoga Sweet Home bisa menghadirkan jalan cerita yang semakin menarik dan efek yang lebih nyata.

No comments :

Post a Comment