Saturday 20 August 2016

[Review] 3 Srikandi (2016)


Film bertema olahraga memang agak jarang tampil di Indonesia. Kebanyakan drama atau komedi yang lebih mendapat tempat di bioskop. Makanya saya sudah sengaja menunggu-nunggu 3 Srikandi sejak ada rencana pembuatannya tahun lalu. Film 3 Srikandi yang diangkat dari kisah nyata ini menampilkan tiga atlet panahan di Olimpiade Seoul 1988 mempersembahkan medali pertama bagi Indonesia di kancah internasional.

Pada masa 1980, Indonesia pernah punya seorang atlet panahan yang disebut sebagai Robin Hood Indonesia, yaitu Donald Pandiangan (Reza Rahardian). Niatnya untuk membawa pulang medali pertama Indonesia di Olimpiade Rusia 1980 gagal karena Indonesia termasuk dalam negara Non Blok dan ikut memboikot Rusia dengan tidak mengirimkan satupun atlet ke sana. Donald Pandiangan pun menghilang.

Menjelang Olimpiade 1988, tim panahan putri yang akan dikirim ke Seoul membutuhkan pelatih. Dan dipanggillah Donald Pandingan menjadi pelatih tim putri. Ceritapun bergulir ke proses latihan yang diterima Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari), Lilies Handayani (Chelsea Islan), dan Kusuma Wardhani (Tara Basro) hingga pertandingan mereka di Seoul beserta kesulitan mereka selama proses latihan.

Biarpun saya rada bosan melihat Reza Rahardian terus setelah Rudy Habibie kemarin,  namun memang harus diakui kualitas akting Reza memang sangat bagus. Imagenya sebagai Habibie sebelumnya menghilang menjadi Donald Pandingan yang keras di 3 Srikandi. Begitupun Chelsea Islan yang sebelumnya di Rudy Habibie menjadi Ilona yang lebih kalem, di sini ia menjadi Lilies yang kocak dan bawel dengan logat Jawa Timurnya.

Sementara itu, Tara Basro dengan kalemnya memerankan Kusuma Wardhani dari Sulawesi. Meskipun kalem, namun tetap ada aura menarik di sekeliling Tara Basro. Sejak A Copy Of My Mind, Tara Basro memang bisa dibilang punya kesan tersendiri bagi saya. Sayangnya, Bunga Citra Lestari alias BCL kurang penjiwaan sebagai Nurfitriyana di sini, Jika Lilies diingat sebagai mbak kocak dan Kusuma sebagai Mbak kalem yang cantik, Nurfitriyana ini malah saya lupa terus namanya siapa. Gimana ya, kenapa saya merasa BCL ini selalu kurang di setiap filmnya yang saya tonton.

Dengan setting tahun 80an, sutradara Iman Brotoseno berusaha menampilkan gaya berpakaian hingga kendaraan pada masa itu. Biarpun saya anak 90an, tapi rasanya saya masih ingat model baju di film ini memang seperti di majalah 80an yang pernah saya lihat semasa kecil. Penonton diajak bersimpati dengan latar belakang 3 Srikandi dan dilema mereka memilih panahan atau tidak.

Saya pernah mencoba panahan sehingga mengerti bahwa melepaskan anak panah itu tidak mudah meski saya tidak mengerti perhitungan nilainya. Panahan mungkin masih asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga kelihatannya penonton yang tidak pernah bersinggungan dengan cabang olahraga ini akan sedikit bingung dengan teknis memanah dan cara penilaiannya.

Film 3 Srikandi ini menjadi penyegaran karena tayang tepat di tengah berlangsung Olimpiade 2016 di Brazil. Situasi yang pas ini nampak membantunya sehingga banyak yang berminat untuk menontonnya karena aman untuk ditonton bersama keluarga. Lewat film ini, penonton bisa melihat seperti apa situasi dunia olahraga tahun 80an dan mungkin tergerak jiwa nasionalismenya setelah menonton film ini.


RATE:
7.8/10


No comments :

Post a Comment